KINI SI BOY TAK LAGI ADA
Sebut Saja Boy, teman – temanya memanggilnya
Mas Boy panggilan akrabnya. Anak tunggal yang seharusnya mendapatka
perhatian lebih dari kedua orang tuanya, namun kedua orang tua Boy
terlalu sibuk dengan pekerjaanya, Kedua orang tua Boy berangkat sebelum
lampu dimatikan dan pulang saat lampu sudah menyala, hanya ada jeda
waktu sedikit untuk meluangkan waktu untuk anak tunggalnya yang sedang
menjalani masa remaja, yang rentan dengan hal – hal negatif.
Mereka tidak tahu apa yang dilakukan Boy di luar, mereka tidak tahu
kalau Roy sudah mulai merokok, bergaul dengan teman – teman yang salah.
Ikut kebut –kebutan motor yang selalu berakhir dengan pesta narkoba.
“Ngapain, lo?” Tanya Boy pada Arman yang lagi menyuntikkan sesuatu ke pembuluh darahnya.
Mau coba, kalau pakai ini badan jadi enteng, pegal
– pegal jadi hilang, naik motor juga nggak takut. Nggak percaya, cobain
‘aja” Boy sebenarnya belum tahu benar kalau yang di maksud putaw itu
adalah narkoba, sempat merasa ngeri. Ia ngeri bukan karena putawnya,
tapi ngeri dengan jarum suntik yang bertengger di lengan Arman.
Arman terus memaksa, Ia bilang kalau sudah
merasakan enaknya putaw sakitnya jarum suntik nggak akan terasa lagi.
Akhirnya Boy nyerah dan membiarkan Arman menyuntikkan jarum yang bekas
Ia pakai ke pembuluh darahnya. Sejak saat itu Boy mulai menjadi pecandu
putaw. Dan saat akan memulai balapan motor agar tidak merasa takut Boy
menyuntikkan putaw ke pembuluh darahnya.
Ya, kedua orang tua Boy tidak pernah mengenal Boy
anaknya, bahkan mereka tidak tahu Boy sudah kecanduan barang haram
bernama Putaw dari pergaulan bebasnya, mereka mereka telah terlambat
saat Ia mendengar kabar kalau motor Boy tertabrak motor temannya dari
belakang saat mereka melakukan balapan liar. Boy meninggal di tempat
dengan luka parah patah kaki tangan dan kepala yang retak. Menurut teman
– temannya Boy balapan dalam keadaan mabuk.
Kini yang tersisa di hati mereka hanya penyesalan
beku dan kerinduan pada Boy anak tunggalnya yang tidak akan bisa hilang
sepanjang hidup mereka. Mereka menyesal terlambat mencintai anak mereka,
mereka menyesal telah mengabaikan Boy, menyerahkan nyawa boy pada
narkoba. Dan kini Boy tak lagi ada. (Jaid)
Sumber : Dedihumas bnn
KINI SI BOY TAK LAGI ADA
Sebut Saja Boy, teman – temanya memanggilnya
Mas Boy panggilan akrabnya. Anak tunggal yang seharusnya mendapatka
perhatian lebih dari kedua orang tuanya, namun kedua orang tua Boy
terlalu sibuk dengan pekerjaanya, Kedua orang tua Boy berangkat sebelum
lampu dimatikan dan pulang saat lampu sudah menyala, hanya ada jeda
waktu sedikit untuk meluangkan waktu untuk anak tunggalnya yang sedang
menjalani masa remaja, yang rentan dengan hal – hal negatif.
Mereka tidak tahu apa yang dilakukan Boy di luar, mereka tidak tahu
kalau Roy sudah mulai merokok, bergaul dengan teman – teman yang salah.
Ikut kebut –kebutan motor yang selalu berakhir dengan pesta narkoba.
“Ngapain, lo?” Tanya Boy pada Arman yang lagi menyuntikkan sesuatu ke pembuluh darahnya.
Mau coba, kalau pakai ini badan jadi enteng, pegal
– pegal jadi hilang, naik motor juga nggak takut. Nggak percaya, cobain
‘aja” Boy sebenarnya belum tahu benar kalau yang di maksud putaw itu
adalah narkoba, sempat merasa ngeri. Ia ngeri bukan karena putawnya,
tapi ngeri dengan jarum suntik yang bertengger di lengan Arman.
Arman terus memaksa, Ia bilang kalau sudah
merasakan enaknya putaw sakitnya jarum suntik nggak akan terasa lagi.
Akhirnya Boy nyerah dan membiarkan Arman menyuntikkan jarum yang bekas
Ia pakai ke pembuluh darahnya. Sejak saat itu Boy mulai menjadi pecandu
putaw. Dan saat akan memulai balapan motor agar tidak merasa takut Boy
menyuntikkan putaw ke pembuluh darahnya.
Ya, kedua orang tua Boy tidak pernah mengenal Boy
anaknya, bahkan mereka tidak tahu Boy sudah kecanduan barang haram
bernama Putaw dari pergaulan bebasnya, mereka mereka telah terlambat
saat Ia mendengar kabar kalau motor Boy tertabrak motor temannya dari
belakang saat mereka melakukan balapan liar. Boy meninggal di tempat
dengan luka parah patah kaki tangan dan kepala yang retak. Menurut teman
– temannya Boy balapan dalam keadaan mabuk.
Kini yang tersisa di hati mereka hanya penyesalan
beku dan kerinduan pada Boy anak tunggalnya yang tidak akan bisa hilang
sepanjang hidup mereka. Mereka menyesal terlambat mencintai anak mereka,
mereka menyesal telah mengabaikan Boy, menyerahkan nyawa boy pada
narkoba. Dan kini Boy tak lagi ada. (Jaid)
KINI SI BOY TAK LAGI ADA
Sebut Saja Boy, teman – temanya memanggilnya
Mas Boy panggilan akrabnya. Anak tunggal yang seharusnya mendapatka
perhatian lebih dari kedua orang tuanya, namun kedua orang tua Boy
terlalu sibuk dengan pekerjaanya, Kedua orang tua Boy berangkat sebelum
lampu dimatikan dan pulang saat lampu sudah menyala, hanya ada jeda
waktu sedikit untuk meluangkan waktu untuk anak tunggalnya yang sedang
menjalani masa remaja, yang rentan dengan hal – hal negatif.
Mereka tidak tahu apa yang dilakukan Boy di luar, mereka tidak tahu
kalau Roy sudah mulai merokok, bergaul dengan teman – teman yang salah.
Ikut kebut –kebutan motor yang selalu berakhir dengan pesta narkoba.
“Ngapain, lo?” Tanya Boy pada Arman yang lagi menyuntikkan sesuatu ke pembuluh darahnya.
Mau coba, kalau pakai ini badan jadi enteng, pegal
– pegal jadi hilang, naik motor juga nggak takut. Nggak percaya, cobain
‘aja” Boy sebenarnya belum tahu benar kalau yang di maksud putaw itu
adalah narkoba, sempat merasa ngeri. Ia ngeri bukan karena putawnya,
tapi ngeri dengan jarum suntik yang bertengger di lengan Arman.
Arman terus memaksa, Ia bilang kalau sudah
merasakan enaknya putaw sakitnya jarum suntik nggak akan terasa lagi.
Akhirnya Boy nyerah dan membiarkan Arman menyuntikkan jarum yang bekas
Ia pakai ke pembuluh darahnya. Sejak saat itu Boy mulai menjadi pecandu
putaw. Dan saat akan memulai balapan motor agar tidak merasa takut Boy
menyuntikkan putaw ke pembuluh darahnya.
Ya, kedua orang tua Boy tidak pernah mengenal Boy
anaknya, bahkan mereka tidak tahu Boy sudah kecanduan barang haram
bernama Putaw dari pergaulan bebasnya, mereka mereka telah terlambat
saat Ia mendengar kabar kalau motor Boy tertabrak motor temannya dari
belakang saat mereka melakukan balapan liar. Boy meninggal di tempat
dengan luka parah patah kaki tangan dan kepala yang retak. Menurut teman
– temannya Boy balapan dalam keadaan mabuk.
Kini yang tersisa di hati mereka hanya penyesalan
beku dan kerinduan pada Boy anak tunggalnya yang tidak akan bisa hilang
sepanjang hidup mereka. Mereka menyesal terlambat mencintai anak mereka,
mereka menyesal telah mengabaikan Boy, menyerahkan nyawa boy pada
narkoba. Dan kini Boy tak lagi ada. (Jaid)
KINI SI BOY TAK LAGI ADA
Sebut Saja Boy, teman – temanya memanggilnya
Mas Boy panggilan akrabnya. Anak tunggal yang seharusnya mendapatka
perhatian lebih dari kedua orang tuanya, namun kedua orang tua Boy
terlalu sibuk dengan pekerjaanya, Kedua orang tua Boy berangkat sebelum
lampu dimatikan dan pulang saat lampu sudah menyala, hanya ada jeda
waktu sedikit untuk meluangkan waktu untuk anak tunggalnya yang sedang
menjalani masa remaja, yang rentan dengan hal – hal negatif.
Mereka tidak tahu apa yang dilakukan Boy di luar, mereka tidak tahu
kalau Roy sudah mulai merokok, bergaul dengan teman – teman yang salah.
Ikut kebut –kebutan motor yang selalu berakhir dengan pesta narkoba.
“Ngapain, lo?” Tanya Boy pada Arman yang lagi menyuntikkan sesuatu ke pembuluh darahnya.
Mau coba, kalau pakai ini badan jadi enteng, pegal
– pegal jadi hilang, naik motor juga nggak takut. Nggak percaya, cobain
‘aja” Boy sebenarnya belum tahu benar kalau yang di maksud putaw itu
adalah narkoba, sempat merasa ngeri. Ia ngeri bukan karena putawnya,
tapi ngeri dengan jarum suntik yang bertengger di lengan Arman.
Arman terus memaksa, Ia bilang kalau sudah
merasakan enaknya putaw sakitnya jarum suntik nggak akan terasa lagi.
Akhirnya Boy nyerah dan membiarkan Arman menyuntikkan jarum yang bekas
Ia pakai ke pembuluh darahnya. Sejak saat itu Boy mulai menjadi pecandu
putaw. Dan saat akan memulai balapan motor agar tidak merasa takut Boy
menyuntikkan putaw ke pembuluh darahnya.
Ya, kedua orang tua Boy tidak pernah mengenal Boy
anaknya, bahkan mereka tidak tahu Boy sudah kecanduan barang haram
bernama Putaw dari pergaulan bebasnya, mereka mereka telah terlambat
saat Ia mendengar kabar kalau motor Boy tertabrak motor temannya dari
belakang saat mereka melakukan balapan liar. Boy meninggal di tempat
dengan luka parah patah kaki tangan dan kepala yang retak. Menurut teman
– temannya Boy balapan dalam keadaan mabuk.
Kini yang tersisa di hati mereka hanya penyesalan
beku dan kerinduan pada Boy anak tunggalnya yang tidak akan bisa hilang
sepanjang hidup mereka. Mereka menyesal terlambat mencintai anak mereka,
mereka menyesal telah mengabaikan Boy, menyerahkan nyawa boy pada
narkoba. Dan kini Boy tak lagi ada. (Jaid)
KINI SI BOY TAK LAGI ADA
Sebut Saja Boy, teman – temanya memanggilnya
Mas Boy panggilan akrabnya. Anak tunggal yang seharusnya mendapatka
perhatian lebih dari kedua orang tuanya, namun kedua orang tua Boy
terlalu sibuk dengan pekerjaanya, Kedua orang tua Boy berangkat sebelum
lampu dimatikan dan pulang saat lampu sudah menyala, hanya ada jeda
waktu sedikit untuk meluangkan waktu untuk anak tunggalnya yang sedang
menjalani masa remaja, yang rentan dengan hal – hal negatif.
Mereka tidak tahu apa yang dilakukan Boy di luar, mereka tidak tahu
kalau Roy sudah mulai merokok, bergaul dengan teman – teman yang salah.
Ikut kebut –kebutan motor yang selalu berakhir dengan pesta narkoba.
“Ngapain, lo?” Tanya Boy pada Arman yang lagi menyuntikkan sesuatu ke pembuluh darahnya.
Mau coba, kalau pakai ini badan jadi enteng, pegal
– pegal jadi hilang, naik motor juga nggak takut. Nggak percaya, cobain
‘aja” Boy sebenarnya belum tahu benar kalau yang di maksud putaw itu
adalah narkoba, sempat merasa ngeri. Ia ngeri bukan karena putawnya,
tapi ngeri dengan jarum suntik yang bertengger di lengan Arman.
Arman terus memaksa, Ia bilang kalau sudah
merasakan enaknya putaw sakitnya jarum suntik nggak akan terasa lagi.
Akhirnya Boy nyerah dan membiarkan Arman menyuntikkan jarum yang bekas
Ia pakai ke pembuluh darahnya. Sejak saat itu Boy mulai menjadi pecandu
putaw. Dan saat akan memulai balapan motor agar tidak merasa takut Boy
menyuntikkan putaw ke pembuluh darahnya.
Ya, kedua orang tua Boy tidak pernah mengenal Boy
anaknya, bahkan mereka tidak tahu Boy sudah kecanduan barang haram
bernama Putaw dari pergaulan bebasnya, mereka mereka telah terlambat
saat Ia mendengar kabar kalau motor Boy tertabrak motor temannya dari
belakang saat mereka melakukan balapan liar. Boy meninggal di tempat
dengan luka parah patah kaki tangan dan kepala yang retak. Menurut teman
– temannya Boy balapan dalam keadaan mabuk.
Kini yang tersisa di hati mereka hanya penyesalan
beku dan kerinduan pada Boy anak tunggalnya yang tidak akan bisa hilang
sepanjang hidup mereka. Mereka menyesal terlambat mencintai anak mereka,
mereka menyesal telah mengabaikan Boy, menyerahkan nyawa boy pada
narkoba. Dan kini Boy tak lagi ada. (Jaid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar